JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum DPP Partai
Demokrat Anas Urbaningrum berjanji akan mengungkap berbagai hal dalam
Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, pada 2010. Menurut
Anas, apa yang dia alami saat ini berkaitan dengan kongres tersebut.
"Kalau
mau ditarik agak jauh ke belakang, sesungguhnya ini pasti terkait
dengan kongres Partai Demokrat. Saya tidak ingin cerita panjang. Pada
waktunya saya akan cerita lebih panjang," kata Anas saat jumpa jumpa
pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Sabtu (23/2/2013).
Dalam
jumpa pers itu, Anas menyatakan mundur sebagai ketua umum setelah
ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi. Anas didampingi beberapa petinggi dan
puluhan kader Demokrat.
Anas mengatakan, inti dari kongres
tersebut, ibarat bayi lahir, dirinya adalah bayi yang tidak diharapkan.
Setelah terpilih sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres itu, Anas
mengaku merasakan banyak rangkaian peristiwa politik dan organisasi di
Demokrat.
Namun, Anas belum mau terbuka. "Pada titik ini saya
belum akan sampaikan secara rinci. Tapi, ada konteks yang jelas
menyangkut rangkaian peristiwa politik itu," kata mantan Ketua Umum
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam itu.
Ketika memutuskan
terjun ke dunia politik dengan menjadi kader Demokrat, Anas mengaku
sadar bahwa politik terkadang keras dan kasar. Intrik, fitnah, ataupun
serangan dalam dunia politik, kata dia, tidak sulit untuk ditemukan. Dia
pun sadar akan hal itu sehingga tahu konsekuensinya.
"Ketika
saya tahu konsekuensi, saya tidak akan pernah mengeluh dengan keadaan
ini. Saya punya keyakinan kuat dan semangat untuk terus hadapi, termasuk
dengan risiko dan konsekuensi. Itu lazim saja, tidak ganjil, tidak
aneh, apalagi di dalam sistem politik demokrasi kita yang muda, termasuk
Demokrat yang juga tradisinya masih muda," kata Anas.
Seperti
diberitakan, KPK menyangka Anas melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b
atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor antara lain menyebutkan,
"Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling
sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."
Huruf a
dan b dalam Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor memuat ketentuan
pidananya, yakni pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Nama
Anas pertama kali disebut terlibat dalam kasus ini oleh mantan
Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dalam penyelidikan
KPK terkait kasus Hambalang, Anas diduga diberi mobil mewah Toyota
Harrier oleh Nazaruddin tahun 2009. KPK telah memperoleh bukti
berupa cek pembelian mobil mewah tersebut sejak pertengahan tahun lalu.
Keberadaan cek pembelian ini sempat tidak diketahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar